A.
Pengertian
Model dan E-Learning
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBI),
kata model diartikan sebagai 1 pola
(contoh, acuan, ragam, dsb) dari pada sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan;
2 orang yang dipakai sebagai
contoh untuk dilukis (difoto); 3 orang
yang (pekerjaannya) memperagakan contoh pakaian yang akan dipasarkan; 4 barang tiruan yang kecil dengan
bentuk (rupa) tepat benar seperti yang ditiru. Dalam makalah ini, yang
dimaksudkan dengan model adalah pada arti yang pertama yakni sebagai pola
(contoh, acuan, ragam, dsb) dari pada sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.
Sedangkan
menurut Sihabudin, Model adalah tema yang cukup problematik dan digunakan
secara berbeda-beda oleh tiga komunitas. Pertama, para praktisi cenderung
menggunakan “model” dalam arti“pendekatan belajar dan mengajar”. Contoh, mereka
mungkin berbicara tentang penggunaan “problem-based (berbasis masalah)”,
“outcome-based (berbasis keluaran)”, atau secara spesifik lebih popular dengan
pendekatan konstruktivistik ketika merencanakan materi dan pembelajaran. Kedua,
para peneliti cenderung menggunakan “model” dalam arti sebuah cara untuk
menjelaskan atau mengeksplorasi sesuatu yang terjadi di dalam konteks belajar.
Ketiga, komunitas pengembangan teknik dan standar menggunakan “model” dalam
arti sebuah cara untuk menyusun representasi seperti pemberian kode. Dari dua
pengertian diatas maka yang dimaksud dengan model adalah pola representasi dari
sesuatu yang akan dirancang.
Secara
etimologis e-learning terdiri dari huruf e
yang merupakan singkatan dari eletronic dan kata learning yang artinya pembelajaran. Dengan demikian, e-learning bisa diartikan sebagai
pembelajaran dengan memanfaatkan bantuan perangkat eletronik, khususnya
perangkat komputer. Fokus penting dalam e-learning adalah proses belajaranya
(learning) itu sendiri dan bukan pada electronic karena elektronik hanyalah
sebagai alat bantu saja. Pelaksanaan e-learning menggunakan bantuan audio,
video, dan perangkat komputer atau kombinasi ketiganya (Munir, 2009: 169).
Terdapat beberapa pengertian e-learning menurut
pendapat para ahli teknologi pendidikan. E-learning merupakan suatu jenis
belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan
menggunakan media internet, intranet atau media jaringan komputer lain
[Hartley, 2001]. E-learning (electronic learning) adalah pembelajaran baik
secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti
internet, intranet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain
(Lende, 2004).
Salah
satu definisi umum dari e-learning diberikan oleh Gilbert & Jones (2001),
yaitu: pengiriman materi pembelajaran melalui suatu media elektronik seperti
Internet, intranet/extranet, satellite broadcast, audio/video tape, interactive
TV, CD-ROM, dan computer-based training (CBT). Definisi yang hampir sama
diusulkan juga oleh the Australian National Training Authority (2003) yakni
meliputi aplikasi dan proses yang menggunakan berbagai media elektronik seperti
internet, audio/video tape, interactive TV and CD-ROM guna mengirimkan materi
pembelajaran secara lebih fleksibel (Surjono, 2010: 4)
Dari
beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa e-learning adalah
model pembelajaran yang memanfaatkan berbagai perangkat elektronik sebagai
sarana/media pembelajaran. Perangkat elektronik yang dimaksud mencakup
perangkat hardware seperti komputer,
video, tape, radio, televisi, handphone, maupun perangkat software seperti jaringan komputer dan/atau internet. materi
e-learning tidak hanya didistribusikan secara on-line baik melalui jaringan lokal
ataupun internet, tetapi juga didistribusikan secara off-line menggunakan media CD/DVD.
Yang dimaksudkan dengan model
pengembangan e-learning adalah pola representasi yang akan digunakan untuk
merancang e-learning sehingga dapat manfaatkan oleh user semaksimal mungkin.
B.
Model
Pengembangan E-Learning
Terdapat beberapa model pengembangan e-learning.
Menurut Jolliffe, dkk., terdapat dua
model utama yakni the mental model
dan the cognitif apprenticeship
model.
1.
The
Mental Model (Model Mental).
The
mental models are the conceptual and operasional representations that people
develop as they interact with complex systems. Mental model are thouhgt to
consist of an awareness of the various component of a systems and are assesed
using a variety of method including problem solving, troubleshooting
performance, information retention over time, observation and user predictions
regarding performance (Jolliffe dkk, 2001: 22).
Model
mental diartikan sebagai penyajian-penyajian konseptual dan operasional yang
dikembangkan ketika orang berhubungan dengan sistem yang kompleks. Model-model
mental merupakan pemikiran yang terdiri atas kesadaran terhadap berbagai
komponen dari suatu sistem dan dievaluasi menggunakan berbagai metode termasuk
pemecahan masalah, mencari dan memecahkan persoalan, ingatan informasi,
pengamatan dan prediksi pengguna (user)
terhadap pengetahuan capaian. Model mental nampak lebih dari sekedar peta
struktural dari berbagai komponen.
Terdapat
beberapa komponen dalam model mental antara lain :
a. Structural knowledge
Merupakan pengetahuan tentang
konsep struktur domain pengetahuan dan diukur melalui jaringan dan peta atau
lingkaran-lingkaran konsep. Metode ini berasumsi bahwa pengetahuan dapat
dibentuk menggunakan simbol.
b. Performance knowledge
Bertujuan untuk menilai pengetahuan
capaian dimana pebelajar diberi tugas-tugas pemecahan masalah untuk menguji
kesan visual mereka.
c. Reflective knowledge
Disini pebelajar bisa menunjukkan
kepada yang lain bagaimana cara melaksanakan suatu tugas tertentu. Dengan cara
ini, pebelajar pertama harus membuat daftar perintah, deskripsi tugas dan diagram alur untuk menmguji gambaran
mentalnya.
d. Image of system
Merupakan kenyataan dari model
pebelajar yang khas dinilai dengan meminta pebelajar untuk mengartikulasikan
dan memvisualisasikan bentuk-bentuk fisik.
e. Metaphor
Seperti juga gambar-gambar,
pembelajar akan sering menghubungkan sistem baru dengan pengetahuan ada
sehingga dapat dilihat orang lain.
f. Executive knowlegde
Bertujuan untuk memecahkan
permasalahan, pembelajar harus mengetahui kapan mengaktifkan dan menerapkan
sumber daya kognitif yang diperlukan.
2.
The
Cognitif Apprenticeship Model (Model Belajar Magang
Kognitif)
Cognitive
apprenticeship is based on various conditions for learning, for example :
learning takes place within a context of meaningfull, ongoing activities with a
need for learners to receive immediate feedback on their success; other people
can and do serves oa models for imitative learning and provide structure to and
connections betwen learners’ experiences; the concept of learning being fungtional; and the idea that the need
for and purpose for learning are often explicitly stated (Jolliffe
dkk, 2001: 23).
Model
belajar magang kognitif berdasarkan pada berbagai kondisi-kondisi belajar
misalnya belajar berlangsung dalam konteks aktivitas yang berkelanjutan, penuh
arti dimana pembelajar perlu menerima umpan balik segera. Orang lain dapat
bertindak sebagai model-model yang menyediakan bentuk yang dihubungkan dengan
pengalaman pembelajar; konsep belajar fungsional dengan tujuan belajar yang
tegas.
Model
belajar magang tradisional biasanya memberi peluang untuk latihan.
Karakteristik model belajar ini antara lain: gagasan bahwa pekerjaan adalah
daya penggerak, dan penguasaan progresif terhadap tugas-tugas dihargai sebagai
nilai penyelesaian pekerjaan; ketrampilan-ketrampilan tertentu diawali dengan
belajar tugas; belajar dipusatkan pada capaian (perfomance) dan kemampuan untuk
melakukan sesuatu; dan standar pencapaian diaktualisasikan dalam pekerjaan
nyata.
Sesuatu
yang dapat dijadikan teladan dalam metodologi belajar tradisional yakni
menyediakan satu dasar pijakan untuk penggunaan model belajar magang kognitif
dalam pengembangan materi print dan Web-based. Model ini mengabaikan
perbedaan-perbedaan antara pendidikan dan pelatihan dan membantu pembelajar
untuk menjadi seorang ahli
Sihabudin dalam http://ejournal.sunanampel.ac.id/index.php/Nizamia/article/view/301 menguraikan dua contoh model pengembangan
e-learning yakni model pengembangan e-learning dengan pendekatan knowledge Management (KM) dan model
pendekatan e-learning dengan pendekatan Moodle.
1.
Model Pengembangan E-Learning
Dengan Pendekatan Knowledge Management
Knowledge
Management (KM)
dapat didefiniskan sebagai satu set (himpunan) intervesi orang, proses dan tool
(teknologi) untuk mendukung proses pembuatan, pembau-ran, penyebaran dan
penerapan pengetahuan. Pembuatan pengetahuan adalah proses perbaikan atau
penambahan potongan-potongan pengetahuan tertentu selama proses pembelajaran
terjadi melalui pengalaman. Pembauran pengetahuan merupakan proses pengumpulan,
penyimpanan dan penyortiran dari pengetahuan yang dikembangkan dengan
pengetahuan yang dimiliki. Penyebaran pengetahuan adalah proses pengambilan dan
pendistribusian pengetahuan untuk dipergunakan dalam proses pembelajaran yang
lain. Penerapan pengetahuan merupakan proses pemanfaatan pengetahuan yang ada
untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pengetahuan dikembangkan
dalam proses pengalaman, seperti problem-solving, projek atau tugas.
2.
Model
Pengembangan E-Learning Dengan Pendekatan Moodle.
Moodle
adalah
sebuah nama untuk sebuah program aplikasi yang dapat merubah sebuah media
pembelajaran ke dalam bentuk web. Aplikasi ini memungkinkan siswa untuk masuk
ke dalam ruang kelas digital untuk mengakses materi-materi pembelajaran. Dengan
menggunakan moodle, kita dapat membuat materi pembelajaran, kuis, jurnal
elektronik dan lain-lain. Moodle itu sendiri adalah singkatan dari Modular
Object Oriented Dynamic Learning Environment.
Berbagai
bentuk materi pembelajaran dapat dimasukkan dalam aplikasi moodle ini.
Berbagai sumber dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran. Naskah tulisan
yang ditulis dari aplikasi pengolah kata Microsoft Word, materi presentasi yang
berasal dari Microsoft Power Point, Animasi Flash dan bahkan materi dalam
format audio dan video dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran. resource
Berikut
ini beberapa aktivitas pembelajaran yang didukung oleh Moodle adalah
sebagai berikut (1) Assignment. Fasilitas ini digunakan untuk memberikan
penugasan kepada peserta pembelajaran secara online. Peserta pembelajaran dapat
mengakses materi tugas dan mengumpulkan hasil tugas mereka dengan mengirimkan
file hasil pekerjaan mereka, (2) Chat. Fasilitas ini digunakan untuk
melakukan proses chatting (percakapan online). Antara pengajar dan
peserta pembelajaran dapat melakukan dialog teks secara online, (3) Forum. Sebuah
forum diskusi secara online dapat diciptakan dalam membahas suatu materi
pembelajaran. Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat membahas
topik-topik belajar dalam suatu forum diskusi, (4) Kuis. Dengan
fasilitas ini memungkinkan untuk dilakukan ujian ataupun test secara online,
(5) Survey. Fasilitas ini digunakan untuk melakukan jajak pendapat.
Strategi
pengembangan model e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai
tujuan yang diinginkan. Jika disepakati bahwa e-learning di dalamnya
juga termasuk pembelajaran berbasis internet. Ada tiga kemungkinan dalam
strategi pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web
course, web centric course, dan web enhanced course (Haughey, 1998).
1.
Web Course
Web course adalah
penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan
pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan
ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran
lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini
menggunakan sistem jarak jauh.
2.
Web Centric Course
Adalah
penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka
(konvensional). Sebagian materi disampikan melalui internet, dan sebagian lagi
melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa
memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web
yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain
dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar
lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui
internet tersebut.
Menurut
Munir (2009: 199-200), dalam beberapa kenyataan di lapangan pendidikan, jarang
sekali ditemui pembelajaran jarak jauh yang seluruh proses pembelajarannya
dilaksanakan dengan e-learning atau online
learning. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diberlakukan blended distance learning (campuran
antara online course dan tatap muka).
Model pembelajaran jarak jauh dengan pendekatan blended learning ini perlu
dikembangkan dengan tujuan untuk memperluas kesempatan belajar, diantaranya
model pembelajaran jarak jauh. Model ini merupakan gabungan pelaksanaan
pendidikan konvensional dan IT-Based
education.
3.
Web Enhanced Course
model
web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk
menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi
internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik
dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik
dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut
untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa
mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran,
menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan
komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.
Dalam penjelasan selanjutnya tentang strategi
pelaksanaan model pembelajaran e-learning, Sihabudin menguraikaan bahwa
terdapat empat (4) model yang dapat digunakan dalam pelaksanaan e-learning di
sekolah yakni selective model,
seqquential model, static station model dan laboratory model. Selective
model dapat dilakukan bila jumlah komputer terbatas, sedangkan sequential model
dilakukan juga bila jumlah komputer terbatas dan siswa dalam kelompok kecil bergerak
dari satu set sumber informasi ke sumber yang lain. Bahan e-learning digunakan
sebagai bahan rujukan atau bahan informasi baru. Jika terdapat beberapa
komputer, siswa diberi peluang untuk mendapatkan pengalaman hands-on. Pada static station model, jika
jumlah komputer sedikit, guru mempunyai beberapa sumber berbeda untuk mencapai
objektif pembelajaran yang sama. Bahan e-learning digunakan oleh beberapa
kelompok siswa manakala siswa lain menggunakan sumber yang lain untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang sama. Sedangkan pada laboratory model dilakukan jika
jumlah komputer mencukupi untuk semua siswa, maka bahan e-learning dapat
digunakan oleh semua siswa sebagai bahan pembelajaran mandiri. Model ini boleh
digunakan jika sekolah mempunyai perangkat komputer yang dilengkapi dengan
jaringan internet.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni :
1. model
pengembangan e-learning adalah pola representasi yang akan digunakan untuk
merancang e-learning sehingga dapat manfaatkan oleh user semaksimal mungkin.
2. Terdapat
beberap model dalam pengembangan e-learning seperti model mental, dan model
belajar magang kognitif yang diungkapkan oleh Jolliffe dkk, juga model web
course, web centric course, dan web enhanced course (Haughey, 1998).
3. Terdapat empat (4) model yang
dapat digunakan dalam pelaksanaan e-learning di sekolah yakni selective model, seqquential model, static
station model dan laboratory model
Daftar
Pustaka
Jolliffe,
Alan, Jonathan Riter & David Stevens. (2001). The Online Learning Hand Book
Developing and Using Web-Based Learning. USA . Kogan Page.
Munir. (2009). Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Bandung. Alfabeta.
Sihabudin.
(2009). Model-model Pengembangan
E-Learning dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Diambil pada tanggal 16 Maret 2012, dari http://ejournal.sunan-ampel.ac.id/index.php/Nizamia/article/view/301
Tim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2008). Kamus
Bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat Bahasa Depdiknas.